Kumpulan lirik, cerpen, humor dan apa saja..

feedburner
Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

feedburner count

Pengubah Hidupku

Labels:

Kumatikan Alarm HPku, dengan malas aku beranjak dari ranjang untuk mandi. "Another boring day.." batinku. Hari ini adalah hari pertama masuk kuliah di semester 4. Sekarang ini, kuliah serasa hanya sebagai formalitas untuk memenuhi kewajiban keluarga bagiku.setelah menyalakan sebatang rokok, aku berangkat ke kampus dengan motorku.
Macetnya kota Jakarta membuatku telat masuk pada kelas pertama. Terpaksa kutunda tidurku karena harus duduk di barisan depan. Dua jam yang membosankan berlalu tanpa ada ceramah Dosen yang masuk ke otakku.
“Oi… Bengong aja loe… Tumben nih yang rajin bisa telat, hari pertama lagi!” tegur Bambang, salah seorang temanku di warung samping kampus . “Eh.. pa kabar loe.. emang tadi kita sekelas?” balasku. “Mata loe kemana aja dari tadi, gw kan telat juga, duduknya pas dibelakang loe, bego..” balasnya. “Oh ya, sorry deh, nga sadar gw..” jawabku ringan. “Cabut yuk.. kayaknya udah mau masuk tuh” lanjutku.
Kali ini kami mendapatkan tempat duduk di barisan paling belakang. Komik yang tadi dibeli sudah kukeluarkan dari tas, bersiap untuk membaca selama waktu kuliah. Tetapi situasi berkata lain, di depan pintu, dengan dingin Dosen yang baru masuk dengan santai berkata “ Di kelas saya ngak ada yang boleh duduk di barisan paling belakang. Jadi, yang merasa duduk di barisan paling belakang dipersilakan pindah ke kursi kehormatan di depan.” Dan apa boleh buat, dengan lesu kami beranjak pindah ke tempat duduk kosong di barisan depan.
Di sebelahku, duduk dengan manis seorang mahasiswi yang kelihatannya pendiam, dengan baju kaos oblong dan tanpa dandanan, satu pemandangan yang langka di kampus ini, mengingat banyaknya mahasiswi lain yang berlomba-lomba mempercantik diri sambil tebar pesona. Sambil curi-curi pandang, kuperhatikan gadis itu dengan seksama. Wajah yang putih bersih, tanpa make-up, dan kacamata yang menggantung di matanya sangat menarik perhatianku. Aku terus memperhatikan gadis itu sampai pelajaran selesai.
Sejak saat itu, setiap hari kulewatkan dengan memperhatikan gerak gadis itu dari jauh. Kuliah yang awalnya membosankan telah berubah menjadi menyenangkan. Aku yang akhir-akhir ini malas-malasan menjadi aktif kembali dan seirng berkumpul dengan teman-teman lainnya, pagi yang biasanya sangat menyiksa berubah menjadi pagi yang cerah. Waktu kuliah yang biasanya kuhabiskan untuk tidur atau membaca komik berubah menjadi tugas dan quiz yang menyenangkan.
Putri nama gadis itu. Gadis yang telah merubah pandanganku tentang kuliah ini. Anak yang pendiam, yang pada saat break pun tidak pernah beranjak dari tempat duduknya. 3 bulan berlalu dengan cepat, dan aku belum pernah sekalipun berani berbicara padanya. Aturan keras keluargaku yang melarang segala bentuk pacaran sebelum selesai sekolah telah membuatku susah bergaul dengan lawan jenis.
Akhirnya kesempatan itu datang. Pada waktu itu aku terlambat masuk kelas, dan satu-satunya tempat yang tersisa hanya di sebelahnya. Sambil menanyakan penjelasan Dosen, aku pun memberanikan diri berkenalan dengannya. Namun hanya sebatas itu, karena setelah itu aku tak mampu memikirkan apa lagi yang harus kulakukan selanjutnya.
“Loe telpon dia deh, ini nomer Hpnya,” kata Dony padaku saat kuceritakan masalahku. Mengingat masih grogi, aku memutuskan untuk mengirimkan SMS dulu. Kutunggu balasannya seharian, dan sampai malam tiba tidak ada balasan darinya. Seminggu kemudian kuberanikan diri meneleponnya, tapi tidak diangkat.
Satu semester pun berlalu, dan di semester baru kami tidak lagi sekelas. Aku pun terus mencari kabarnya lewat teman-temanku, tetapi karena dia tidak terlalu banyak yang kenal, tidak ada kabar yang terdengar. Sampai suatu ketika kami bertemu lagi di lift kampus. Penampilannya tidak lagi seperti dulu. Kalos oblong berganti menjadi kemeja, rambutnya yang tergerai kini dihiasi dengan bando, dan tak ada lagi kacamata yang dulu selalu menggantung di matanya. “Hai, apa kabar, lama tak ketemu,” sapaku. “Baik. Di ruang berapa?” tanyanya. “701 nih, kamu?” jawabku. “703. Sebelahan donk..” jawabnya. Aku pun tersenyum. Orang yang selama ini kucari-cari kabarnya rupanya hanya sedekat ini.
Sejak saat itu aku selalu menyapanya setiap kali bertemu, walaupun hanya seminggu sekali, dan disertai obrolan singkat. Sifat grogi akutku masih ada, dan seringkali membuatku salah tingkah dan gugup bela hanya berdua. Kucoba sekali lagi meneleponnya, yang akhirnya diangkat, dan disaat yang bersamaan penyakit grogiku kambuh, dan kami hanya ngobrol selama 2 menit! Untuk telepon selanjutnya, kubuat daftar obrolan yang akhirnya cukup manjur, lama pembicaraan menjadi 15 menit.
Namun segalanya tidak dapat berjalan dengan baik. Sebulan kemudian, hubungan kami menjadi semakin kaku. Tidak ada lagi balasan SMS darinya. Telepon jarang diangkat, bahkan bila berpapasan hanya saling sapa saja. Kutanyakan ini pada Dony, dan dia berkata,” Dia nga mau loe deketein, udah, lupain aja..” Aku yang masih belum percaya masih terus berusaha menelepon dan SMS, sampai akhirnya akupun menyerah. Dia terlalu baik untuk kumiliki.
Waktu dengan cepat berlalu. Kami pun telah lulus, aku telah kembali ke kampung halaman dan membantu usaha orang tua. Terkadang aku masih sering memikirkannya. Kabar terakhir yang kudengar dia telah menjadi seorang manager dan sedang berpacaran dengan rekan kerjanya, dan berencana menikah tahun depan. Terima kasih kuucapkan untukmu, karena kija tidak bertemu denganmu mungkin sampai sekarang saya masih duduk di bangku kuliah.



0 comments:

Post a Comment